Setiap hari kita mengalami pergumulan batin untuk mempertahankan keikhlasan dalam beramal. Kita tahu bahwa setiap amal tergantung niatnya. Kalau niatnya untuk Allah akan bernilai ibadah sementara kalau niatnya untuk selain Allah, kelelahan itu tak bernilai apa-apa. Di sisi lain, kita memiliki manusia yang membutuhkan apresiasi. Sehingga, kita seringkali berharap bahwa kebaikan kita itu dianggap, dipuji, bahkan tak jarang kita mengharapkan balasan atas kebaikan itu dari orang lain.
Orang ikhlas bukanlah orang yang tidak butuh apresiasi, bukan pula orang yang tak ingin dipuji, tidak juga orang yang tak mengharapkan balasan. Orang ikhlas membutuhkan itu semua, hanya saja bukan kepada manusia ia mengharapkannya. Melainkan kepada Allah, Tuhannya.
Orang ikhlas mengharapkan apresiasi dari Allah. Dia berharap amalannya diterima dan kelak diganjar surga. Adakah balasan yang lebih pantas untuk diharapkan daripada pujian Allah dan kenikmatan surga?
Ya, teorinya begitu. Tapi nyatanya tidak mudah untuk sampai pada derajat mukhlisin (orang-orang yang ikhlas). Sebab, setan selalu berusaha memalingkan kita dari keikhlasan. Kita harus berjuang untuk senantiasa meluruskan niat baik sebelum, ketika, dan setelah beramal.
Lantas, bagaimana cara agar kita bisa menjadi orang yang ikhlas?
Berikut beberapa cara yang penulis coba rangkum dari berbagai sumber:
- Berdoa
Sesungguhnya, kita tidak akan mampu untuk ikhlas kecuali dengan pertolongan Allah. Oleh sebab itu kita perlu untuk senantiasa memohon kepada Allah agar dibimbing untuk ikhlas dalam setiap amal. Sebagaimana Umar bin Khattab, sahabat Nabi yang mulia, mendawamkan doa;
اللهم اجعل عملي كلها صالحا, واجعله لوجهك خالصا, و لا تجعل لأحد فيه شيئا
“Ya Allah, jadikanlah seluruh amalku sebagai amal yang shalih, Ikhlas karena mengharap Wajah-Mu, dan janganlah jadikan di dalam amalku bagian untuk siapapun.”
2. Meyakini bahwa Sekecil Apapun Amal Baik, Allah Pasti Akan Membalasnya
Dalam surat Az-Zalzalah ayat 7, ayat yang sudah tidak asing lagi bagi kita, Allah menegaskan bahwa;
فَمَن يَعۡمَلۡ مِثۡقَالَ ذَرَّةٍ خَيۡرٗا يَرَهُۥ
Maka barangsiapa mengerjakan kebajikan seberat żarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.
Ya, sungguh Allah tidak akan menyia-nyiakan amal baik kita. Sekecil apapun amalan itu, Allah tidak akan meremehkannya. Sekalipun tidak ada orang yang tahu, Allah Maha Tahu, Allah menyaksikannya. Allah pasti akan membalasnya. PASTI! Dan ketahuilah, Allah selalu membalas dengan balasan yang terbaik.
3. Berusaha Untuk Menyembunyikan Amal
Salah satu tanda keikhlasan adalah ketika kita tetap beramal saleh sekalipun kita sendirian. Di zaman media sosial seperti hari ini, kita harus berusaha lebih keras untuk menahan diri dari menampakkan amal saleh kita. Karena sekalipun kita sendirian, kita bisa saja mengambil gambar melalui gawai yang kita genggam lalu mempostingnya dengan susunan kalimat bijak. Hal ini sangat riskan membuat hati kita yang barangkali sudah ikhlas jadi berbelok hati senang dipuji manusia.
Resapilah nasihat Bisyr ibnul Harits, “Janganlah engkau beramal untuk diingat. Sembunyikanlah kebaikan sebagaimana engkau menyembunyikan keburukan.”
Ingatlah nasihat terbaik Luqman kepada anaknya yang Allah abadikan dalam Al-Qur’an;
يَٰبُنَيَّ إِنَّهَآ إِن تَكُ مِثۡقَالَ حَبَّةٖ مِّنۡ خَرۡدَلٖ فَتَكُن فِي صَخۡرَةٍ أَوۡ فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ أَوۡ فِي ٱلۡأَرۡضِ يَأۡتِ بِهَا ٱللَّهُۚ إِنَّ ٱللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٞ
[Surah Luqmân: 16]
(Luqman berkata), “Wahai anakku! Sungguh, jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di bumi, niscaya Allah akan memberinya (balasan). Sesungguhnya Allah Mahahalus, Mahateliti.”
4. Lupakan Amal Salehmu, Fokus Pada Amal Burukmu
Ada pesan emas dari K.H. Rahmat Abdullah yang patut untuk kita dawamkan, “Lupakanlah kebaikan-kebaikan yang pernah kamu lakukan kepada orang lain, tapi jangan sekali-kali kamu melupakan kebaikan-kebaikan yang pernah orang lain lakukan terhadapmu. Lupakanlah keburukan-keburukan yang pernah orang lain lakukan terhadapmu, tapi jangan sekali-kali kamu melupakan keburukan-keburukan yang pernah kamu lakukan terhadap orang lain.”
Dari pesan tersebut kita diajarkan untuk melupakan amal saleh kita dan mengingat amal buruk kita. Yang demikian itu akan lebih menyelamatkan diri kita. Karena dengan melupakan amal saleh kita niscaya hati kita akan lebih mudah untuk ikhlas. Tidak mengungkit-ungkit kebaikan sehingga menjadikan pahalanya lenyap tanpa sisa. Sebaliknya, kita mengingat amal buruk kita agar kita menjaga diri dari melakukannya kembali, agar kita bertaubat dengan sebenar-benarnya. Supaya kita pun sadar bahwa kita bukan manusia suci tanpa dosa.
5. Ingat Kematian
Ibnul Qayyim mengatakan,
صدق التأهب للقاء الله من أنفع ما للعبد وأبلغه في حصول استقامته فإن من استعد للقاء الله انقطع قلبه عن الدنيا وما فيها ومطالبها
“Persiapan yang benar untuk bertemu dengan Allah merupakan salah satu faktor yang paling bermanfaat dan paling ampuh bagi hamba untuk merealisasikan keistiqamahan diri. Karena setiap orang yang mengadakan persiapan untuk bertemu dengan-Nya, hatinya akan terputus dari dunia dan segala isinya.” (Thariqul Hijratain hlm 297)
Sesungguhnya, pangkal dari ketidak-ikhlasan adalah kecintaan kita yang besar terhadap dunia sehingga melalaikan kita dari kehidupan akhirat. Maka, ingatlah kematian karena dengan mengingat kematian kita akan menyadari hakikat dunia yang fana. Bahwa pujian manusia itu fana, celaan manusia juga fana, bahwa semua tujuan kita dalam beramal untuk selain Allah akan lenyap begitu kita meninggal dunia.
Demikian hal-hal yang dapat membantu kita untuk mencapai derajat mukhlisin. Semoga Allah memberikan kita taufik dan hidayah-Nya untuk menjadikan kita termasuk ke dalam golongan orang-orang yang ikhlas.
[Suryani Cangai]