“(yaitu) surga-surga ‘Adn, mereka masuk ke dalamnya bersama dengan orang yang shalih dari nenek moyangnya, pasangan-pasangannya, dan anak cucunya, sedang para malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu” (QS. Ar-Ra’du: 23)
Kita pasti sangat merindukan keluarga kita yang sudah pergi lebih dulu menghadap Allah subhanahu wa ta’ala. Kehilangan anggota keluarga yang amat kita cintai adalah bagian dari kesedihan dunia. Entah itu kehilangan orangtua, kehilangan saudara, kehilangan suami/istri, kehilangan anak, atau kehilangan cucu.
Tapi, demikianlah tabiat dunia. Bahwa segala sesuatu di dunia ini adalah fana. Tidak ada yang kekal abadi kecuali Allah semata. Ada saat dimana kita bertemu, namun ada saat dimana kita akan berpisah. Ada saat dimana kita masih bisa bercengkrama, namun ada saat dimana kita hanya bisa mengenang setiap episode kebersamaan yang pernah ada. Akan ada saat dimana kita tak bisa bertemu lagi, tak bisa menghabiskan waktu bersama lagi, tak bisa mengobrol lagi, tak bisa berbagi cerita lagi, tidak bisa melihatnya lagi, tidak bisa mendengar suaranya lagi. Ya, tidak bisa…
Tapi, ketahuilah bahwa perpisahan itu bukan ketika orang yang kita cintai meninggal lebih dulu, perpisahan sejati itu adalah ketika dua orang yang saling mencintai terpisah di akhirat, yang satu di surga dan lainnya di neraka. Kelak di surga, kita akan dikumpulkan bersama dengan keluarga kita. Tentu dengan syarat jika sama-sama menjadi penghuni surga.
Surga itu, bertingkat-tingkat. Jarak antara tingkat 1 dan tingkat 2, seperti kita melihat bintang saat di dunia jauhnya. Begitu seterusnya sampai tingkat yang paling bawah. Maka, bayangkanlah… jika kelak kita menapak kaki di taman surga (aamiiiin), lalu kita tidak menemukan keluarga kita disana. Hanya ada dua kemungkinan, pertama; keluarga kita ada di tingkatan surga yang berbeda. Kedua; keluarga kita ada di neraka. Maka, kita akan meminta kepada Allah untuk bertemu dengan keluarga kita. Dan tentu Allah mengabulkannya.
Kelak di surga, keluarga akan saling membantu dalam meraih surga yang paling tinggi. Semisal, salah seorang anggota keluarga kita ada yang memasuki surga firdaus, lantas dia meminta kepada Allah agar dikumpulkan bersama keluarganya, maka Allah akan mengizinkannya untuk membawa serta keluarganya yang mungkin ada di surga yang terendah untuk bersamanya di surga firdaus. Demi menyenangkan hati hambaNya, Allah angkat derajat keluarganya hingga setara dengannya, bukan Allah turunkan derajatnya agar setara dengan keluarganya.
Dan amazing-nya, “keluarga” dalam hal ini bukan sebatas keluarga kecil (ayah, ibu, suami/istri, anak/cucu, kakek/nenek). Tapi, kumpul keluarga ini adalah sepanjang garis keturunan ke atas dan ke bawah. Jadi, kita bisa bertemu dengan kakeknya kakeknya kakeknya dst. Sampai pada titik pada kakek mana yang darinya kita memperoleh keislaman. Allahuakbar. Dan, kita bisa bertemu dengan cucunya cucunya cucunya dst sampai pada titik keturunan terakhir kita yang tetap kokoh memegang syahadat (keislaman). Dan semua bersama dengan pasangannya. Kebayang nggak ramainya?
Lalu, para malaikat masuk dari segala penjuru pintu. Malaikat-malaikat ini, yang dahulu saat di dunia Allah tugaskan untuk menjaga kita dari marabahaya. Di surga kita bisa melihat mereka dengan mata kita. Lalu digelarlah pesta besar sebuah reuni keluarga.
Kemudian Allah berkata, “Salaamun ‘alaikum bimaa shobartum” yang berarti “keselamatan dilimpahkan untuk kalian, karena dahulu kalian orang yang sabar.” Maka, alangkah nikmatnya tempat kesudahan itu. Demikian Allah menutup ayat tersebut. Dengan memuji indahnya surga. Bayangkan, jika Allah sendiri yang mengatakan nikmat, maka betapa nikmatnya surga itu…
Masya Allah, inilah buah kesabaran kita sewaktu di dunia…kesabaran kita dalam menjalankan apa yang Allah perintahkan. Serta kesabaran kita dalam menahan diri dari apa-apa yang Allah larang. Sekalipun kita sangat menginginkannya. Lalu, kesabaran kita dalam menjalani berbagai peran.
Bagi istri, kesabaran mengurus suami dan anak-anak, kesabaran mengatur uang belanja dalam lonjakan harga berbagai rupa, kesabaran kehilangan begitu banyak waktu me time demi membesarkan buah hatinya, dan kesabaran menghadapi berbagai ombak yang menerpa biduk rumah tangga. Bersabarlah bunda, kesabaran itu akan berbuah surga.
Bagi suami, kesabaran dalam berat dan lelahnya mencari nafkah, kesabaran dalam menengahi hubungan istri dan ibu, kesabaran dalam memahami istri yang moody dan sulit ditebak, kesabaran dalam menghadapi berbagai kekurangan yang ada pada istri, kesabaran dalam mendidik anak, dll.
Begitupun kesabaran kita pada orangtua kita, pada anak kita, pada tetangga, pada siapapun dan dalam keadaan apapun. Sungguh, kesabaran itu pasti akan berbuah manis di surga. Dunia ini memang tempatnya ujian, maka bersabarlah. Kelak di surga, yang ada hanya bahagia dan bahagia.
Semoga Allah jadikan kita orang-orang yang sabar sehingga dapat meraih surga. Aamiiiin.
(Suryani Cangai)
Disarikan dari ceramah Ust. Nouman Ali Khan